SMK MNJ - Didalam UU No.20/2003 tentang
sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan: “pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya,
masyarakat, banga dan negara” Namun satu pertanyaan, sudahkah pendidikan kita
seperti yang tercantum dalam UU tersebut?
Pentingnya
Pendidikan Bagi Kehidupan
Menjadi
bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap
negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya
suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan,
sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, karna
seperti yang kita ketahui bahwa suatu Pendidikan tentunya akan mencetak Sumber
Daya Manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill dan
pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output
dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat
mencapai kemajuan.
Siapapun
orangnya hendaknya bersekolah minimal selama 9 tahun lamanya hingga lulus SMP.
Mungkin Anda akan mempertanyakan apakah sebenarnya fungsi pendidikan sekolah.
Semakin
tinggi jenjang pendidikan sekolah yang dicapai seseorang, maka akan semakin
baik. Manfaat dan fungsi belajar di Sekolah maupun perguruan tinggi antara lain
:
1.
Melatih
Kemampuan Kemampuan Akademis Anak
Dengan melatih serta mengasah kemampuan
menghafal, menganalisa, memecahkan masalah, logika, dan lain sebagainya melalui
pendidikan sekolah, maka diharapkan seseorang akan memiliki kemampuan akademis
yang baik. Bisa dibedakan antara orang yang tidak sekolah dan yangberseolah
dalam kemampuan akademis. Ingat, masa depan yang akan kita jalani akan lebih
sulit, sehingga dibutuhkan perjuangan, kerja keras dan ilmu pengetahuan.
2.
Menggembleng
dan Memperkuat Mental, Fisik dan Disiplin
Dengan mengharuskan seorang pelajar
maupun mahasiswa datang dan pulang sesuai dengan aturan yang berlaku pada
pendidikan sekolah, secara tidak langsung dapat meningkatkan kedisiplinan
seseorang. Dengan begitu padatnya jadwal sekolah yang memaksa seorang siswa
untuk belajar secara terus-menerus, maka akan menguatkan mental dan fisik
seseorang menjadi lebih baik.
3.
Memperkenalkan
Tanggung Jawab
Tanggung jawab seorang anak adalah
belajar, dimana orangtua atau wali yang memberi nafkah. Seorang anak yang
menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dengan mengikuti pendidikan
sekolah yang rajin akan membuat bangga orang tua, guru, saudara, famili, dan
lain-lain.
4.
Membangun
Jiwa Sosial dan Jaringan Pertemanan
Banyaknya teman yang bersekolah bersama
akan memperluas hubungan sosial seorang siswa. Dengan mengikuti pendidikan
sekolah formal, tidak menutup kemungkinan di masa depan akan membentuk jaringan
bisnis dengan sesama teman, dimana di antara sesamanya sudah saling kenal dan
percaya. Dengan memiliki teman, maka kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan
dasar manusia dapat terpenuhi dengan baik.
5.
Sebagai
Identitas Diri
Lulus dari sebuah institusi pendidikan
sekolah, biasanya akan menerima suatu sertifikat atau ijazah khusus yang
mengakui bahwa kita adalah orang yang terpelajar, memiliki kualitas yang baik
dan dapat diandalkan. Jika disandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan
dalam suatu lowongan pekerjaan kantor, maka rata-rata yang terpelajarlah yang
akam mendapatkan pekerjaan tersebut.
6.
Sarana
Mengembangkan Diri dan Berkreativitas
Seorang siswa dapat mengikuti berbagai
program ekstrakurikuler sebagai pelengkap kegiatan akademis belajar mengajar
agar dapat mengembangkan bakat dan minat dalam diri seseorang. Semakin banyak
memiliki keahlian dan daya kreativitas, maka akan semakin baik pula kualitas
seseorang. Sekolah dan kuliah hanyalah sebagai suatu mediator atau perangkat
pengembangan diri, sedangkan yang mengubah diri seseorang adalah hanyalah orang
itu sendiri.
PENDIDIKAN
KARAKTER
Pendidikan adalah
proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga
membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana
transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana
pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus
mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi
kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu:
(1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia
termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis;
(2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk
menggali dan mengembang-kan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
(3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan
teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Pengertian karakter
menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun
berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada
serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations),
dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter
jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut
dengan berkarakter mulia.
Pendidikan karakter adalah suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu,
pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Menurut T. Ramli (2003),
pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral
dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi
manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun
kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang
baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial
tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh
karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam
konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan
nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam
rangka membina kepribadian generasi muda.
Ki Hadjar Dewantara dari Taman
Siswa di Yogyakarta bulan Oktober 1949 pernah berkata bahwa "Hidup
haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban, budaya, dan persatuan”.
Sedangkan menurut Prof. Wuryadi, manusia pada dasarnya baik secara individu dan
kelompok, memiliki apa yang jadi penentu watak dan karakternya yaitu dasar dan
ajar. Dasar dapat dilihat sebagai apa yang disebut modal biologis (genetik)
atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki (teori konstruktivisme), sedangkan
ajar adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan atau
perubahan yang direncanakan atau diprogram.
Pendidikan
karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang
bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari
agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat
memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar
tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut
adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung
jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya
diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan;
baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat
lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya,
rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan,
ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang
selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih
tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan
kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar